Wanita selalu dikenal sebagai makhluk yang paling perasa, lemah dan selalu tidak berdaya. Namun, pada kenyataannya, wanita sering pula diibaratkan seperti sebuah besi berbalutkan kapas. Rapuh di luar, namun ada sebuah kekuatan yang luar biasa di dalamnya. Kalau bicara hati, tentu tak ada yang bisa menyangkal bahwa wanita lah juaranya. Kaum hawa ini selalu menggunakan hatinya ketimbang lawan jenisnya. Peran ganda pun sering dimainkan oleh wanita, terutama di dalam kehidupan berumah tangga. Selain sebagai istri, ibu dari anak anak, wanita juga kerap melakukan pekerjaan-pekerjaan yang biasa dilakukan oleh kaum lelaki.
Lalu, selemah itukah wanita?
Yuni Shara. Wanita ini adalah salah satunya. Ia sudah pernah menjalankan sebuah peran ganda, menjadi istri, ibu, dan seorang pekerja. Kehidupannya yang penuh cerita dan makna, membuat Yuni memiliki kekuatan dalam menjalani kehidupan bersama anak-anaknya. Beberapa waktu lalu, KapanLagi.com® berkesempatan untuk bicara tentang kehidupannya sebagai wanita pada umumnya, dan juga tentang isi hatinya. Ditemui di Balai Kartini, saat sedang mengisi sebuah acara pernikahan, Yuni memperlihatkan sosok hati seorang wanita.
Sebagai seorang perempuan single parent, perempuan itu seperti apa, dalam artian selemah itukah di mata pria?
- Kodratnya perempuan itu terlihat seperti itu, terlihat rapuh, terlihat di bawah, ya semuanya terlihat seperti itu. Tapi di balik itu sebenarnya pada kenyataannya perempuan itu jauh lebih kuat dibandingkan laki-laki, itu maksud saya lebih kuat bukan dalam arti fisik yah, tapi dalam menghadapi hidup, dalam me-manage banyak hal.
- Contoh hal kecilnya adalah, dalam hal sehari-hari dalam rumah tangga, perempuan bisa mengatur sedemikian rupa waktunya dari bangun tidur, lalu siapa dulu yang diurus anak kah, atau suami kah, atau dirinya dulu, itu semua dia bisa mengatur itu. Selanjutnya hari ini dia masak apa, terus nanti dia melakukan apalagi. Nah, itu belum tentu bisa dilakukan oleh seorang pria. Ngatur masakan sehari-hari itu sulit-sulit gampang loh, bagaimana mengatur masakan biar tidak bosan dalam waktu misalnya seminggu kita membuat menu yang cocok dan itu pun tidak membosankan. Itu dilakukan oleh perempuan itu dalam hal kecil saja sebagaimana me-manage anak sedemikian. Bagaimana mengatur misalnya anak-anak berangkat sekolah terus menu makanannya, masalah sekolah, bayar sekolah, PR-nya anak-anak, segala macam itu dilakukan semua oleh perempuan.
- Saat perempuan ditinggal laki-laki mungkin dia terlihat rapuh tetapi rapuh itu wajar kok, laki-laki kan menangisnya karena malu, dia kan gak banyak terlihat. Laki-laki sih sama rapuhnya. Kadang-kadang cenderung gak kuat, cuman dia kan tidak terlihat tangisannya, air matanya tidak terlihat. Perempuan jauh lebih terlihat, tapi dia setiap bulannya aja dia misalnya harus menanggung menstruasinya yang sakit dan lain-lain, itu semua kan ada di perempuan.
- Kalau tadi berbicara soal hati, mungkinkah pria itu lebih ekspresif?
Kalau perempuan kan kadang-kadang pakai perasaan tapi kalau laki-laki pakai logika. Jadi, kadang-kadang perempuan itu complicated. Sebenernya perempuan itu banyak keinginan-keinginan, tapi tidak tersampaikan pada mulutnya, jadi terlihat ekspresinya yang berubah. Sisi lain dari perempuan itu adalah complicated. - Perempuan dengan patah hati dan hatinya?
Perempuan dengan patah hati dan hatinya hampir sama. Kalau misalnya lagi sakit, sama-sama rapuh. Hanya saja masalahnya naif atau tidak, semuanya dalam posisi yang wajar. Perempuan dan laki-laki ketika sakit hati, pasti hatinya menangis juga. Bedanya, perempuan terlihat rapuh ketika dia tidak ragu untuk menangis, sementara kalau laki-laki sok ditegar-tegarin, mungkin di dalam ruangan mereka nangis juga. - Bagaimana Yuni bertahan sebagai single parent?
Saya nggak pengen letih, saya nggak pengen kelihatan saya rapuh, saya justru dalam hati bilang saya ini setengah laki-laki setengah perempuan, saya separuh ibu separuh bapak. Jadi, kadang-kadang peran itu saya nggak bisa pungkiri memang ada di diri saya. Harus menjadi kuat di depan anak-anak saya. Anak-anak itu melihat dan mencontoh apa-apa yang dilihat secara kasat mata. - Menurut Yuni, apakah perempuan selalu menjadi dipersalahkan atas sesuatu?
Oh itu saya gak tahu yah, bersalah itu kan relatif. Bagaimana pandangan seseorang melihat sesuatu, atau apresiasi seseorang terhadap seorang perempuan. Buat saya sih sebuah masalah itu mungkin kalau saya masih bisa handle saya akan bisa tahan, tapi saat saya tidak bisa menguasainya lagi saya mungkin akan melepaskannya. Saya kan juga manusia biasa. - Hati yang sudah lelah?
Posisi lelah juga relatif ya, dan gak perlu juga saya membicarakan kelelahan saya ke banyak orang. Biar saya aja yang tahu. - Ketika harus mendamaikan hati sendiri, adakah hati lain yang harus didamaikan, hati anak-anak mungkin?
Itu masalah managemen hati yah. Banyak orang yang mengeluh mereka stres atau depresi lah. Kalau buat saya mungkin saya juga sering mendapatkan itu, hidup sudah berbagai macam masalah, jadi kalau saya mengeluh ke banyak orang, faedahnya apa buat saya? Apa saya akan tertolong kalau saya bergelut ke sana ke mari? - Sebetulnya gini, lebih baik saya simpan rapat-rapat, dan saya bisa bicara sama Tuhan, Tuhan memberikan solusi. Kalau saya bicara ke orang soal keluhan saya, yang ada nantinya akan menjadi pro dan kontra. Kayak misalnya kemarin tuh menjadi berita yang luar biasa, padahal kami (Yuni dan Raffi, red) hanya melakukan sebuah pacaran bukan pernikahan, tapi beritanya begitu menjadi luar biasa. Itu kan jadi bagian yang harus saya lalui, enak gak enak, suka gak suka, dikehendaki atau tidak dikehendaki, kehidupan saya terus berjalan. Jadi, kalau saya stuck mikirin hati saya dan lain-lain, itu saya yang bodoh karena anak-anak saya ini lebih butuh saya. Saya meneruskan hidup saya apapun yang terjadi.
- Yuni selalu memilih memendam dalam hati. Bukankah itu lebih berdampak tidak baik?
Itu kan managemen hati saya bilang, kalau saya menyimpan di dalam hati, berarti hati saya yang mengatur sedemikian rupa. Saya menata hati itu udah biasa, daripada saya harus stres dan lain-lain. Karena gini, kalau saya nyungsep juga gak ada yang nolong juga, mendingan saya tata hati sendiri, saya sudah kok jatuh bangun, saya kan juga sudah mengalami kegagalan. Hanya kalau misalnya saya berpikir banyak hal dan lain-lain, itu adalah kewajaran. - Apalagi saya sebagai perempuan, sosok yang dihakimi hanya karena misalnya statusnya, terus misalnya berita tentang opini yang macem-macem saya berusaha menjaga sedemikian saja, masih banyak yang tidak enak sampai ke saya. Tapi itu resiko lah, saya gak perlu yang gimana-gimana itu bagian dari hidup saya sih. Jalanin aja, saya cuma melakoninya. Jadi saya sudah pasrah, terserah Gusti Allah aja mana yang baik buat saya.
- Tapi itu termasuk bagian dari perempuan?
Saya gak tahu yah perempuan lain seperti apa, setiap orang kan punya pemikiran masing-masing, banyak pertimbangan masing-masing. Hidup ini pilihan, mereka boleh memilih, saya mengambil jalan hidup saya kayak gini, saya memilih untuk memutuskan ini saya memutuskan itu, yang penting semuanya ngambil resiko masing-masing. Buat saya itu yang penting berani menghadapi resiko dan berani menghadapi masalah itu lebih penting dan Insya Allah selalu begitu, selalu berani menghadapi masalah. - Ketika memilih untuk memutuskan menyudahinya hubungan dengan Raffi, bagaimana?
Sebenarnya itu merupakan masalah pribadi kita. Sudah (berakhir) atau tidak pun, hubungan kita, bukan untuk dibicarakan orang lain. Jadi sebenarnya saya berusaha berhenti untuk berkomentar masalah itu, karena terlalu berkembang jadi yang tidak-tidak dan lebih baik saya fokus di kerjaan saya. - Apa yang Yuni inginkan dari media?
Saya tidak ingin masalah saya itu terlalu ter-blow up. Lucunya gini, kadang saya gak bicara malah jadinya gak karu-karuan, saya bicara pun, jadinya diulang-ulang. Saya lebih menyukai saat media itu berkumpul bersama-sama, dan saya membicarakan satu tapi sama, nggak direkayasa atau dibuat-buat. - Bagi saya, media itu adalah partner saya. Dulu saya tidak paham kalau misalnya suatu saat jadinya, kok narasinya begini, kok isinya jadi begini. Sekarang saya sudah mulai paham bahwa kerjanya itu beda-beda. Yang wawancara beda, yang ngedit beda, yang nulis beda. Jadi saya mencoba memahami keadaan-keadaan itu. Ketika saya sudah tidak mampu lagi, saya memilih untuk menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan.
- Lebih berat mana, memutuskan hubungan dengan Raffi, atau melihat pemberitaan yang beredar?
- Saya sedih kalau meneruskan hubungan yang tidak sehat. (kpl/ben/nat)
Oleh: Daniel Ruben
http://www.kapanlagi.com/ragam/selebritia/yuni-shara-setengah-laki-laki-setengah-perempuan.html
0 komentar:
Posting Komentar